“Sar, lihat deh bintang itu indah yaa
sinarnya”.
“Iya nda, seindah persahabatan kita”.
“hmm, Sar gue berharap agar kita jadi
sahabat selamnya!”
“Iya nda, sama. Janji!” ucap sari sambil
mengulurkan jari jentik manisnya ke Rinda.
“Janji!” ucap Rinda sambil mengulurkan
tangannya, dan mengikat jentik manis Sari.
Itulah persahabatnku denagn Safarinda
Arindiani, sahabatku sejak aku dududk dibangku SD. Dan gue Pramita Sari, siswa
SMP Harapan, sekarang gue duduk dibangku kelas 9.
***
“Sar, ke kantin
yuuk, perut gue udah laper ni?” ucap Rinda sambil menarik tangan Sari.
“Ya, sama nihh,
gue juga uda laper nda, ayook ke kantin!”.
Ditengah
perjalanan Rinda terpaku dan terhentak jalannya. Sambil tersenyum gila dan
mengedi-edipkan matanya.
“Nda, lo kenapa
sih?”
“Lihat tuh Sar,
pangeran gue disebrang sana” sambil menatap dengan tersenyum gila.
Seorang cowok dengan gaya tampan nya, sambil memegang bola basket. Terlihat
cowok dengan badan tinggi dan cool. Hati Sari tersentak kaget. Ia menahan
butiran bening yang akan membasahi pipiny. Menahan derai tetesan bening yang
akan mengalir dipipinya. Yaah, itulah Henrico Putra Bramastha, cowok yang sejak
awal MOS gue kagumi, tapi gue gak perna sedikit mengutarakan pada sahabat gue
Rinda, kalau gue punya rasa yang berbeda dengan Rico.
Gue emang gaamau
orang lain tau tentang perasaan ini. Karena gue tau gaamungkin kalo gue bisa
dapetin hati Rico, cowok popular satu sekolah.
Sejak itu, gue
mencoba untuk menahan semua rasa di hati gue, dan gaa akan gue luapin dulu.
Mencoba menyimpan rasa dihati gue, walau itu teramat perih. Gue gaamau sahabat
gue tentang ini. Dan gue tau, banyak cowok yang sering deketin Rinda.Rinda selalu bisa dapetin
apa yang mereka inginkan.
***
“Arrrrrgghhhh, bodohnya dan PENGECUTnya
yang gaabisa ngungkapin perasaannya dengan orang lain” ucapku sambil melempar
buku yang tertataa rapi di meja kamarku.
“Hanya seorang pengecut yang gaabisa
ngungkapin perasaannya dengan orang lain” sentak hatiku.
Ku ikuti suasana malam dalam deraian angin
yang kencang dan dinginnya malam yang menemani hatiku yang sedang hancur,
sambil memeluj kedua kakiku yang terlipat.
***
Seperti biasa, pagi-pagi Rinda menjemput di
rumahku untuk berangkat sekola bersama.
“Sar, Rinda udah dating tuhh” ucap mama
lantang.
“Iaya maa”, aku pun langsung bergegas turun
dan menemui Rinda .
Disaat perjalanan menuju sekolah, Rico yang
menatapku dari kejauhan dengan tersenyum lebar, aku pun melihat disekelilingku,
mencari kjepada siapa Rico tersenyum. Tapi di sekelilingku sepi, hanya ada aku
dan Rinda. Aku pun kembali melemparkan senyuman terbaikku ke Rico dengan ragu.
Tapi aku gaa peduli, karena yang aku tau
Rico tersenyum kepadaku. Hatiku berbunga-bunga, Rasanya Rico telah member
sinyal kepadaku bahwa ada yang berbeda dengannya.
Tapi, itu gaa mungkin, jiaka aku bisa lebih
mengenalnya dan memiliki sepenuh hatinya. Aku hanyamanusia yang tak mungkin memilikinya, tingkatan dia
bukan selevel denganku , mungkinRinda ayang bisa memiliki hatinya. Rico ketua tim basket di sekola dan
Rinda cewek popular ketua cherladear.
Hari-hari yang berjalan, kini aku mulai
untuktidak mengagumi Rico, karena aku tau itu hanya mimpi belaka.
***
Pagi menjelang, matahari telah muncul dan
duduk manis di langit yang biru dan udara yang cukup bersahabat untuk udara
sekelas Bandung yang dinginnya bisa menusuk tulang.
Aku mencoba mengingat
, kenapa Rico lagi Rico lagi?
Aakkkkkkkkhhhhhh.
Teriakku dalam hati sambil mengusutkan
rambutku. Kenapa harus dia yang aku kagumi, kenap disaat aku mengagumi
seseorang, sahabatku juga iya. Arrrrggh, aku takut kalo-kalo, persahabanku
dengan Rinda akan retak gara-gara seorang Rico. Kata-kata ini pun menghantuiku,
rasanya remuk hatiku.
***
“Sar, gue udah jadian sama Rico” teriaknya
Rinda ditelingaku dengan lantang.
Aku hanya terdiam, seakan jiwaku ada yang
melayang.
Aku mencoba menahan tiap derai bening yang
akan menetes dipipiku.
“oo…o….o guuee ju..ju..ga turut sengang nda” ucapku dengan
terbata-bata.
“Thanks yaa Sar”.
“Iya
nda, gue ke toilet dulu yaa.”
“Iyaa Sar.”
Butiran bening pun membasahi pipiku, aku
gaabisa lagi menahan kesedihanku. “Arrgggghh bodoh diriku , PENGECUT,
gaaberaningungfkapin perasaan gue” kata-kata ini terus mnenghantuiku.
Dengan pelan, gue yakinin hati gue , gue
ikhlasin semuanya demi sahabat gue sendiri.
Teeetttt….teetttt…..teeett
Tanda akhir sekola telah berbunyi, aku
beranjak pulang dan segera kupacu soluna hijau metalikku dengan hati yang tak
pasti dan kecewa.
Setelah tikungan itu, aku akan segera
keluar pagar sekola, tapi UUUPPSS!!! Nyaris saja aku menabrak seorang nenek
yang menyebrang jalan itu.
Untung aku cepat menguasai keadaan hingga
mobilku bisa berhenti dipinggir jalan sebelum sempat menabrak pohon beringin
besar disisi jalan itu.
Aku menarik nafas lega. Aku keluar, hanya
ingin mengetahui keadaan nenek tua itu, tapi kelihatannya dia
baik-baik saja , hanya aku terkejut sedikit.
Tapi
sudah banyak anak yang datang menolong, termasuk Rinda.
Rinda segera memluk nenek itu, sebelum dia
menjerit dengan kerasnya. Aku heran melihatnya, nenek itu baik-baik saja bahkan
sekarang bisa berdiri tanpa bantuan Rinda.
Tapi Rinda terus menatap ke arah mobilku,
sambil meneteskan air matanya. Lirih juga kudengar dia menyebut namaku. Lalu
datang Rico, dan menenangkan Rinda. Ada segulir air matanya jatuh dipipinya.
Aku tak mengerti segera ku dekati Rinda sahabatku itu. Aku tak tahan melihatnya menangis
tersendu seperti ini.
Tapi
seakan dia tak melihatku, berlari mendekati di sekeliling mobilku,
menarik seorang wanita muda yang bersimbah darah dari kursi depan mobilku. Aku
heran, dan berjalan mendekat.
Melihat Rinda yang masih terus menangis. Lalu
aku melihat wajah itu, penuh darah, tapi aku masih bisa mengenalinya. DIA
ADALAH AKU.